skip to main |
skip to sidebar
Makna Pergantian Tahun
Makna Pergantian Tahun Oleh: Hagie Arfilindo
Beruntunglah orang bila hari ini lebih baik dari hari kemaren, rugi bila hari ini sama dengan hari kemaren, dan celakalah bila hari ini lebih buru dari hari kemaren (Hadis), dimanakah anda?
Tanpa terasa waktu telah mengantarkan kita memasuki tahun baru 1433 H, bersamaan dengan 2012 M. Dialog pergantian hari, minggu, bulan menuju tahun merupakan pertukaran waktu yang sudah menjadi fitrah kehidupan, dan semua kita pasti melewatinya. Sebagai manusia, tentu kita telah mengisi lembaran hidup dengan berbagai kisah dan kesan, kisah dan kesan itu pada penghujung tahunnya di tutup kembali dan kemudian dibuka lagi. Dari berjuta kisah yang terukir itulah yang sebut dengan sejarah perjalanan hidup.
Sedikit terdapat perbedaan cara pandang terhadap sejarah hidup. Nietzsche misalnya, salah satu filosof abad modern, dalam bukunya unzeit gemasse Betrachtungen telah menjelaskan secara gamblang terkait dengan kegunaan dan kerugian sejarah. Baginya sejarah merupakan kengerian yang dapat menjadikan tantangan sekaligus menyudutkan orang lemah sehingga ia berusaha menolak kehidupan. Dan bagi orang yang kuat, tantangan ini tentu dapat mendorongnya untuk menciptakan keindahan. Akan tetapi di sini ia lebih cendrung memandang bahwa mempelajari sejarah dapat mendorong orang untuk mengafirmasi sekaligus menolak hidup.
Jika dilihat dari perspektif Islam, paradigm seperti ini tentu bertolak belakang dengan realita kehidupan manusia yang lebih kompleks, terlebih bagi kaum beriman. Karena perjalanan hidup tiap orang tidaklah sepenuhnya mengisahkan kepedihan yang menyebabkan kengerian pada jiwa. Walaupun terdapat kisah pedih, tapi tidaklah terlalu berlebihan sebagaimana yang diungkapkan Nietzsche. Sebab, dalam deretan panjang sejarah anak manusia hanya sedikit informasi yang kita terima bahwa orang yang menderita karena mengenang sejarah masa lalunya. Akan tetapi sebaliknya tidak sedikit pula informasi yang kita dapatkan bahwa kebangkitan manusia di sebabkan mereka yang banyak belajar dari sejarah masa lalu.
Dalam Islam, sejarah adalah pelajaran, dan hal ini jelas diungkapkan dalam Al-qur’an ”pelajarilah sejarahmu untuk masa depanmu”. Akan tetapi dalam dari itu bila ditelusuri lebih jauh bahwa Islam bukanlah sebuah ajaran yang semata-mata mengajarkan bahwa sejarah hanya untuk dikenang dan dipelajari, tapi pada level yang lebih tinggi, sejarah adalah suatu dokumen ke hidupan yang harus dipertanggungjawabkan selama perjalanan hidup di dunia.“ bacalah lembaran kitabmu, cukuplah engkau sendiri hari ini yang melakukan perhitungan atas dirimu” (dalam Qs. 17: 14) dan “engkau akan melihat tiap umat berlutut, tiap mereka diajak untuk membaca sejarahnya” (Qs. 45: 28). Dan di sana ada di antara mereka yang bahagia dan ada pula yang sedih, pedih bahkan menjerit karena yang tesimpan lebih banyak memori kelam masa lalu.
Oleh karena itu, menciptakan sejarah baru pada kesempatan tahun baru merupakan hal yang mesti, dalam rangka mewujudkan hidup yang lebih bermakna. Hidup yang bermakna ialah cara hidup yang lebih mengutamakan kualitas ketimbang kuantitas, dan kualitas itu diperoleh dari proses perjalanan yang melewati lalu lintas kehidupan yang syarat dengan tantangan. Jika kita tekun dan patuh pada rambu-rambu kebenaran itu, maka akan lulus dan selamat. Jika lalu lintas yang kita lewati tidak memperhatikan rambu-rambu yang patut, maka tentu akan mengundang kecelakaan.
Hidup memang bagaikan lalu lintas, dimana masing-masing pribadi ingin sampai ketujuan dengan cepat dan selamat. Oleh karena itu, untuk keselamatan perlunya aturan. Bagi orang yang berfikir bebas hambatan dengan memandang tidak pentingnya aturan, ini jelas cara pandang yang keliru, semua kita pun sulit menerimanya. Karena tidak berfungsinya aturan seperti mati lampu di jalanan saja misalnya, maka akan menyebabkan kemacetan luar biasa. Dalam contoh lain, seperti saat gempa misalnya kondisi jalan raya menjadi carut-marut tak karuan, karena masing-masing pengendara berjalan sesuai dengan kehendaknya tanpa memikirkan aturan dan orang lain. Ini satu gambaran cara hidup yang kelam tanpa memandang sistem dan aturan.
Inilah sebuah perumpamaan hubungan antar prosesi kehidupan dengan agama yang tak terpisahkan. Dimana agama berfungsi sebagai jalan untuk memperlancar proses kearah tujuan dan di jalan-jalan itu terdapat rambu-rambu yang harus dipatuhi untuk keselamatan. Ini merupakan hidangan Islam untuk manusia yang senantiasa menjanjikan keselamatan. al-silam, al-istislam yang menurut Ibnu Taimiyah mengandung pengertian pasrah, patuh dan tunduk pada zat yang Maha Esa. Hidup berislam adalah dibuktikan dengan kepatuhan dan ketundukan itu.
Jadi, momentum waktu yang dipersembahkan Tuhan kepada kita saat ini selayaknya disambut dengan penuh kesyukuran dan perhitungan dalam bentuk upaya-upaya memperdalam rasa kepatuhan melalui ritual-ritual invidu maupun sosial yang positif, terlebih lagi dalam peringatan tahun baru, tentu merupakan saat-saat yang tepat untuk melakukan koreksi total dan bukan malah merayakan dalam bentuk gaya seperti orang yang sudah menang. Saatnyalah kita beranjak dari sejarah kelam menuju keinsafan untuk meraih kehidupan yang lebih bermakna. Sambil menyadari bahwa hakikat ulang tahun sesungguhnya adalah berkurangnya jatah kehidupan dari Tuhan buat kita. Untuk itu selaku manusia kita tak punya pilihan kecuali menyelaraskan cara hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Sebab kalau tidak pasti akan sirna. Source: https://www.facebook.com/groups/222989321068714/permalink/314873301880315/
0 komentar:
Posting Komentar