Pages

Subscribe:

20 Mei 2010

200 Ribu Guru Disiapkan Beasiswa

Saat ini masih terdapat 900 ribu guru Sekolah Dasar (SD) yang belum memiliki ijazah Strata Satu (S-1). Wakil Menteri Pendidikan Nasional (Wamendiknas) Fasli Jalal, menyebutkan, hal ini disebabkan oleh faktor kondisi wilayah di beberapa daerah yang kurang mendukung bagi para guru tersebut untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Untuk menggenjot peningkatan kualifikasi guru SD ini, pemerintah memutuskan akan memberikan beasiswa khusus untuk 200 ribu guru per tahunnya. Bantuan ini belum termasuk bantuan beasiswa dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. ‘’Jika diakumulasikan, kemungkinan berjumlah sekitar 400 ribu guru yang akan mendapatkan beasiswa untuk mendapat gelar sarjana,’’ terang Fasli Jalal Selasa (18/5) di Jakarta.
Fasli yang masih menjabat sebagai Dirjen Pendidikan Menengah Tinggi (Dikti) ini menambahkan, apabila guru tersebut telah memiliki gelar sarjana, maka akan memudahkan guru untuk mengikuti uji sertifikasi. Jika sudah lulus dan mengantongi ijazah S-1, maka pemerintah secara otomatis akan memberikan tunjangan sama dengan satu kali gaji pokok pegawai negeri. ‘’Bahkan, jika guru tersebut mau mengajar di tempat terpencil maka selain tunjangan profesi bagi yang telah bersertifikat maka akan ditambah dengan gaji dan tunjangan khusus,’’ jelasnya.
Disinggung mengenai penyaluran tenaga pendidik dari pusat ke daerah, Fasli menerangkan, saat ini tenaga pengajar direncanakan oleh kabupaten/kota yang kemudian diverifikasi oleh provinsi. Selanjutnya, Kemdiknas akan melakukan pengecekan ulang mengenai kekurangan guru per mata pelajaran dan per lokasi di kabupaten/kota. ‘’Untuk saat ini, kita sudah punya data sementara, yakni kita kekurangan 774 ribu guru di pedalaman. Tetapi, juga ada kelebihan guru khususnya di daerah perkotaan,’’ sebutnya.
Berdasarkan data tersebut, lanjut Fasli, kabupaten/kota sebaiknya mengusulkan kekurangan gurunya ke tingkat provinsi. Data ini tentunya akan selalu di-up grade setiap tahun oleh provinsi, yang kemudian diusulkan ke Menpan dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). ‘’Nah, selanjutnya Menpan dan BKN akan mengundang Kemdiknas untuk membahas berapa sebenarnya kebutuhan guru, di mana lokasinya dan untuk mata pelajaran apa,’’ ujarnya dengan nada tanya.
Jika semua pemetaan telah terlaksana, lanjut Fasli, Kemdiknas bersama-sama dengan Menpan, BKN, Bappenas dan Depkeu akan melihat berapa kemampuan negara untuk menyiapkan formasi baru untuk guru. Untuk diketahui, saat ini ada 1.092.912 guru atau 41,9 persen yang memiliki ijazah S-1. Padahal, sesuai Undang-Undang (UU) No 14/2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa guru harus memiliki kualifikasi akademik sarjana (S-1/D-IV) dan memiliki sertifikat pendidik melalui Pendidikan Profesi Guru (PPG).
Selain itu, berdasarkan data Kemendiknas, saat ini ada 2.607.311 guru yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, guru tamatan SMA sebanyak 535.601 orang (20,54 persen), lulusan D-I sebanyak 49.763 orang (1,90 persen), lulusan D-II sebanyak 790.030 orang (30,30 persen) dan lulusan D-III 121.327 orang (4,65 persen). Sedangkan untuk guru lulusan sarjana (S-1) tercatat sebanyak 1.092.912 orang (41,91 persen), lulusan magister (S-2) 17.619 orang (0,67 persen), dan lulusan doktor (S-3) sebanyak 59 orang.
82 Juta Anak Indonesia Tidak Sekolah
Fasli Jalal juga mengungkapkan bahwa sebanyak 82 juta anak Indonesia masih belum bisa mendapatkan akses pendidikan. Menurutnya, kondisi tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang akan mempengaruhi kelangsungan hidup bangsa.
Fasli menyebutkan, dari angka 82 juta anak tersebut, 29 juta di antaranya golongan anak yang seharusnya masuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Selanjutnya, 41 juta anak masuk golongan usia wajib belajar sembilan tahun SD dan SMP. Sedangkan 12 juta lainnya usia SMA. ‘’Kondisi ini benar-benar sangat menyedihkan,’’ ujar Fasli.
Lebih lanjut Fasli mengatakan, masih banyak masalah dalam dunia pendidikan yang harus membutuhkan bantuan atau uluran tangan. Bantuan yang dimaksud, antara lain dukungan program-program Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia. Sementara Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) yang bertindak sebagai regulator, akan terus berupaya dan memfasilitasi berbagai peluang demi berkembangnya program CSR bagi peningkatan bidang pendidikan.
Kondisi pendidikan di Indonesia memang masih bisa dikatakan cukup memprihatinkan. ‘’Bahkan, masih banyak anak usia jenjang SD-SMP yang belum menikmati akses pendidikan, atau apa yang kita sebut dengan joy full learning dalam wajib belajar 9 tahun,’’ jelas Fasli.
Menurutnya, jika anak-anak itu telah selesai mengemban pendidikan wajib belajar 9 tahun, lanjut Fasli, anak-anak masih perlu lagi tambahan life-skill untuk masa depannya, baik untuk kemudian berlanjut kuliah atau kerja, atau kerja dulu kemudian kuliah. ‘’Kami sangat berharap dengan segala potensi dan kebutuhan itu bisa saling bersinergi,’’ ujarnya.
Terpisah, Ketua Umum Komite Pimpinan Pusat Serikat Mahasiswa Indonesia (KPP SMI), Syahrir Burhanudin, menyatakan bahwa kondisi pendidikan nasional saat ini sudah berada pada tahap kapitalisasi yang semakin parah. Menurutnya, pendidikan telah diposisikan sebagai penghasil keuntungan dan penyalur tenaga kerja dengan upah murah di tengah sempitnya lapangan kerja.
‘’Regulasi yang ada saat ini tidak berpihak sedikit pun pada rakyat kecil. Kapitalisasi pendidikan saat ini juga telah menimbulkan banyak persoalan di semua tingkatan pendidikan,’’ ujar Syahrir saat mengelar aksi unjuk rasa bersama puluhan anggota SMI lainnya di depan Gedung Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), Jakarta, kemarin.

Source:Riaupos.com

0 komentar:

Posting Komentar